Assalamu’alaikum… bagaimana kabarnya ukhti? Amanahnya bagaimana ? Ada yang bisa dibantu?
Atau
Ukhti sudah makan? Kemarin tidak hadir syuro, kenapa ? Kabar keluarga bagaimana, baik?
Mungkin bagi sebagian dari kita, pertanyaan-pertanyaan di atas sangat tidak penting. Katanya sih lebay (baca: berlebihan), aku kan baik-baik saja. Tapi bagi saudara kita yang lain itu sangat penting, dan dapat membuat hatinya semakin terikat cinta karena Allah dengan diri kita. Dapat membuatnya semakin bersemangat dalam dakwah ini. Sehingga dapat menghasilkan prestasi-prestasi dakwah yang maksimal dan terus istiqamah dalam perjuangan ini.
Sayangnya, banyak diantara kita yang terlalu sibuk dengan diri kita sendiri sehingga sangat cuek dengan saudara kita atau ada yang beralasan banyak amanah, aduh afwan sibuk banget di kampus… Menyebabkan kita tidak sempat untuk menanyakan hal-hal tersebut pada saudara kita. Kalau bertemu yang ditanya…
Assalamu’alaikum. Ukhti ada di mana sekarang? Kenapa tadi acaranya gagal ? Kan sudah dibahas jauh-jauh hari..
Atau
Ukhti baru puasa hari pertama saja sudah lemes ? Kenapa tadi tidak datang syuro? Ini kan amanah ukhti!
Ukhti tidak lupa kan ?
Mungkin saat itu saudara kita sedang lelah dengan semua amanah dan sudah berusaha semaksimal yang bisa dilakukannnya atau memang kondisi dirinya ataupun keluarganya yang lagi tidak baik. Tapi kita sebagai saudaranya, seakan-akan bertindak sebagai “hakim”. Merasa sudah banyak melakukan yang terbaik. Padahal saat itu saudara kita mungkin sangat ingin diperhatikan tapi kita malah sok tahu, mungkin saudara kita sedang membutuhkan bahu kita untuk mengungkapkan isi hatinya tapi kita malah memberikan wajah kecut padanya, mungkin saudara kita sedang membutuhkan belaian lembut tangan kita tapi yang kita berikan malah tatapan sinis.
Itulah kita, kita sering merasa menjadi super hero yang paling benar dan tidak pernah salah. Di saat yang sama isi hati saudara kita sedang bersedih. Bingung dengan semua yang terjadi. Tapi seperti orang yang dihakimi, ia hanya dapat diam membisu. Dan menyimpan semua luka, kecewa dalam hatinya.
Di sisi lain, para ikhwan pun memperlakukan saudaranya seperti itu. Terciptalah komunitas ikhwan-akhwat yang merasa tersisih. Saat itu syaithan dengan caranya yang indah membuat komunitas tadi merasa saling membutuhkan. Pertama-tama mereka hanya sekedar untuk melupakan perlakuan saudara-saudara mereka. Tetapi syaithan tidak mau kehilangan kesempatan indah. Dibuatlah ikhwan-akhwat itu nyaman dan merasa benar dengan hubungan yang lebih dari sekedar ukhuwah biasa ini. Sehingga merebaklah VP “Virus of Pink”. Bila hal tersebut terjadi kita tidak dapat menyalahkan sisi saudara kita, tapi kita juga harus mampu menilai diri kita. Mungkin saja kitalah salah satu faktor utama penyebab maksiat saudara kita tersebut.
Segeralah bermuhasabah diri, jangan-jangan kita termasuk saudara yang suka menghakimi saudara kita, jangan-jangan kitalah penyebab saudara kita melakukan kemaksiatan itu. Rangkullah saudara-saudara seperjuangan kita, jangan pernah menjadi hakim atas saudara kita. Kita belum tentu lebih baik dari saudara kita… sehingga bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Yang paling berhak menghakimi hanyalah Allah Azza Wa Jalla… Dzat Yang Maha Sempurna… Yang Maha Suci… (dirilis dari akhir 2008, selesai nov 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar